Menjadi Pemuda Melek Politik
Tahun 2014 adalah tahun yang
ditunggu-tunggu bagi insan sadar politik seluruh Indonesia. Bagi sebagian orang
yang sudah jengah dengan dunia politik mungkin telah apatis dengan ini semua.
Toh politik tidak akan jauh dengan masalah korupsi dan korupsi. Tidak lain
korupsi yang membuat Indonesia ibarat raksasa yang sedang sakit gigi. Makhluk
sebesar raksasa pun tak berdaya dengan yang namanya sakit gigi. Jangankan untuk
berbuat banyak, tertawa pun bisa jadi adalah hal yang menyiksa. Sebagaimana
korupsi terus menyiksa masyarakat.
Namun, terkadang kita sering
mendengarkan banyak pendapat bahwa sistem politik yang bobroklah yang memicu
terjadinya korupsi berserakan dimana-mana. Sistem politik yang bobrok pun
menjustifikasi para politisi untuk menghalalkan praktik korupsi. Sehingga, kita
temui semakin banyak dan variatif modus korupsi yang ada di Indonesia. Film
thriller semacam “Robin Hood” hingga sinetron opera sabun pun sering sukses diadaptasi. Semakin aneh
akhir-akhir ini adalah kerapkali artis yang dijadikan sasaran limpahan hasil
korupsi. Sungguh tidak masuk dalam logika.
Sebentar, coba kita
kontemplasikan masalah pelik ini. Skema pemilihan langsung adalah representasi
dari demokrasi yang subur. Pemilu Caleg, Kepala Daerah, dan Presiden sudah
menjadi ritual dilaksanakan dengan dana tumpeh-tumpeh.
Sehingga, mereka yang sekarang terpilih adalah hasil dari pilihan kita.
Lantas, jika mereka buruk
atau bahkan kita tidak tahu mereka baik atau buruk untuk dipilih mengapa kita
tetap memilihnya ? Sudah konsekuensi dari masyarakat, bukan ? Jika ternyata
kinerjanya buruk atau malah terlibat kasus korupsi. Jelas sudah kalau sudah
tersangkut masalah korupsi pasti sudah tiada lagi kesempatan bagi mereka untuk
bekerja sebagai pelayan masyarakat.
Sekarang, kita melihat banyak
monster-monster di pinggir jalan menjajakan rupa untuk segelintir nasi bagi
penghidupannya. Merekalah para calon-calon legislatif yang siap melenggang di
bursa Pemilu 2014. Memang, ini sangat ironis. Ketika upaya agar orang untuk
dikenali oleh masyarakat tidak dilakukan dengan pendekatan langsung melalui
karya nyata, melainkan langsung sporadis menjejali dengan foto muka yang tentu
tidak merepresentasikan kualitasnya. Bermodalkan uang mereka bisa membuat
banyak kampanye di berbagai sudut kota.
Inilah fenomena yang terjadi
di masyarakat. Indonesia 2014 adalah Indonesia yang mendapatkan berkah bonus
demografi. Masyarakat dalam usia produktif dan pemilih pemula yang duduk di
bangku SMA maupun kuliah jumlahnya banyak. Segmen inilah yang menjadi
revolusioner dalam menghadapi Pemilu. Ya, Pemilu yang memilih berdasarkan
pengetahuan komprehensif tidak karena diberi uang. Pemilu yang pemenangnya
hasil dari complete information kepada
pemilihnya. Istilahnya tidak ada Talakki
Rukban.
Maka dari itu, marilah kita
yang sering membuka laptop dan selalu memegang gadget ini mau care untuk
mengetahui siapa-siapa saja yang akan kita pilih dalam pemilu mendatang. Hal
ini dapat dilakukan dengan searching google
atau membuka website KPU. Begitulah salah satu cara mendadani Indonesia
ini. Dari Pemuda untuk Indonesia tentunya !
Comments
Post a Comment