Pasar Tradisional, antara ada dan tiada
1. Latar Belakang
Ketika mendengar kata “Beringharjo”, maka citra yang muncul
di pikiran adalah sebuah tempat yang khas dengan keeksotisan dan
ketradisionalan yang masih kental. Pasar Beringharjo adalah sebuah pasar
tradisional tertua dan terbesar di Yogyakarta. Jika bertanya kepada para
pendahulu tentang pasar yang terbesar di Yogyakarta, maka jawabannya pasti
Pasar Beringharjo. Lokasinya dekat dengan jantung pariwisata Yogyakarta seperti
Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Kraton Yogyakarta. Hal inilah yang menguatkan
bahwa Pasar Beringharjo sudah menjadi ikon Yogyakarta.
Selain itu, Pasar Beringharjo juga turut mengambil peran
dalam pergerakan roda perekonomian di Yogyakarta. Banyak masyarakat Yogyakarta
yang menggantungkan hidup dengan berdirinya Pasar Beringharjo. Secara tidak
langsung bahwa pergerakan dan kemajuan Pasar Beringharjo, maka akan akan menghentak
perekonomian di Yogyakarta.
Akan tetapi, keoptimisan akan Pasar Beringharjo dalam
menghentak perekonomian di Yogyakarta, masih terbebani dengan kondisi konsumen
di Pasar Beringharjo yang dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan maupun
perkembangan secara signifikan. Memang, ditinjau dari segi lokasi, Pasar
Beringharjo strategis. Hal ini merujuk dari tempatnya yang dekat dengan objek
wisata. Seharusnya, konsumen justru berlipat karena ditambah dengan wisatawan.
Sekarang, kebesaran Pasar Beringharjo telah tertandingi
dengan raksasa Mall ataupun swalayan yang masuk dalam kekuasaan label “Pasar
Modern”. Sehingga, lambat laun pusat perdagangan di Yogyakarta berpindah ke
Pasar Modern. Bangunan nan megah dibangun dibeberapa tempat dan ini tidak hanya
terjadi di Yogyakarta, melainkan kota-kota di Indonesia lainnya. Sehingga,
memberikan efek yang nyata bagi perdagangan di Indonesia.
Sebagai, imbasnya adalah anak muda. Hal ini dikarenakan
mereka sudah tepancang oleh gengsi jika membeli di mall ataupun swalayan.
Sehingga, dengan hal ini keberadaan pasar tradisional diselimuti kekhawatiran
karena terkikisnya konsumen yang membeli di Pasar Beringharjo. Dan memberikan
anggapan bahwa Pasar Beringharjo adalah pasarnya orang tua.
Ketika upaya dari pemerintah dilakukan, namun belum ada
hasil yang signifikan. Tetap saja konsumen, masih standar tidak jauh
berkembang. Selama ini perhatian dari pemerintah masih berkutat pada kondisi
fisik Pasar Beringharjo, seperti perbaikan bangunan maupun penambahan
infrakstuktur. Padahal jika diperhatikan ada hal yang seharusnya cepat
ditanggulangi. Hal ini berkaitan dengan konsumen Pasar Beringharjo yang masih
didominasi orang tua. Sehingga, upaya yang efektif dan efisien perlu
dilaksanakan untuk menanggulangi terjadinya pelapisan konsumen yang hanya
terdiri dari orang tua saja. Dari hal inilah maka penulis terdorong untuk
mengkaji lebih lanjut mengenai penyebab dan solusi untuk menanggulangi kasus
ini.
2. Permasalahan
Memperhatikan potensi yang dimiliki oleh Pasar Beringharjo
yang seharusnya mampu memberikan gaung lebih kencang, maka yang menjadi
permasalahan adalah sebagai berikut:
a) Bagaimanakah faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya minat dari wisatawan maupun anak muda membeli di Pasar
Beringharjo?
b) Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi masalah tersebut?
3. Tujuan
Masalah rendahnya minat anak muda dan wisatawan untuk
membeli di Pasar Beringharjo, maka tujuan dari penulisan karya tulis ini,
yaitu:
a)
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang menyebabkan rendahnya minat dari wisatawan maupun anak muda membeli di
Pasar Beringharjo.
b)
Untuk mengetahui upaya yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
4. Manfaat
a) Bagi pemerintah, dapat dijadikan
sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pengembangan Pasar Beringharjo.
b) Bagi masyarakat, dapat menambah
wawasan dan membuka kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi
mengembangkan Pasar Beringharjo.
c)
Bagi penulis, dapat menambah
wawasan tentang ilmu sosial dan ekonomi khususnya tentang pasar.
B. Analisis dan Pembahasan
Sebelum beranjak lebih jauh menyelami tentang penyebab
maupun upaya menangani kasus rendah minat membeli kalangan anak muda dan
wisatawan. Sebaiknya, perlu dipahami gambaran nyata Pasar Beringharjo saat ini.
Pasar Beringharjo tergolong pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan
karakteristik pasar tradisional, yaitu Pasar Beringharjo karena perdagangannya menggunakan cara-cara
tradisional (Brookfield
1969, dalam Pamardi,
2002). Ditambahkan, cara ini dilakukan dengan mempertahankan
tawar-menawar dalam menentukan harga. Dan ini juga yang menjadi kekuatan
tersendiri bagi pasar tradisional.
Pasar Beringharjo merupakan salah satu komponen dalam pola
tata kota Kerajaan, biasa disebut pola Catur Tunggal yaitu Keraton, Alun-alun,
Pasar dan Masjid (Bangunan Suci). Nama Beringharjo adalah pencetusan Sultan
Hamengkubuwono ke-9 yang melambangkan kebesaran dari Pasar Beringharjo yang
sebelum dibangun adalah hutan pohon beringin. Dari tahun ke tahun Pasar
Beringharjo semakin berkembang dan sempat menjadi pusat perbelanjaan yang ada
di Yogyakarta.
Dalam perekonomian Pasar Beringharjo sebagai pasar
tradisional memiliki kontribusi yang cukup besar. Meskipun terhimpit pasar
modern, kontribusi pasar tradisional terhadap perekonomian tetap tinggi. Pada
2008, pasar tradisional masih menguasai 79,8% omzet ritel nasional yang
mencapai Rp 95,9 triliun. Namun, penguasaan pasar itu menyusut dibandingkan
2002 yang mencapai 82,9%. Tahun ini, kontribusi pasar rakyat bisa melebihi Rp
100 triliun, jauh di atas pasar modern yang ditaksir hanya Rp 70 triliun (www.indomedia.com). Dan apabila kalangan
peminat pasar tradisional semakin meningkat, maka tentunya akan meningkatkan
kontribusi terhadap perekonomian di Indonesia khususnya Yogyakarta.
Hal yang menjadi penyebab rendahnya minat beli anak muda
dan wisatawan di Pasar Beringharjo, sekaligus upaya yang dapat dilakukan akan
dijelaskan berikut ini.
A. Penyebab
Fenomena yang sekarang ini terjadi adalah rendahnya minat
anak muda dan wisatawan membeli atau berbelanja di Pasar Beringharjo. Memang,
arus raksasa Pasar Modern tidak mampu terbendung lagi. Namun, lebih dari itu
ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat anak muda dan wisatawan
membeli di Pasar Beringharjo.
a) Barang Imitasi dan Kurang
Berkualitas
Anak muda adalah seseorang yang berumur antara 15-25 tahun
(www.kompas.com). Di Indonesia anak muda
merupakan pendominasi. Anak muda sarat dengan watak yang ingin tampil berbeda
dan tinggi gengsi dalam pertimbangan membeli barang. Ketika ruangan pangsa
pasar diisi oleh anak muda, maka memiliki banyak prospek. Hal yang mudah
dilihat dari anak muda adalah anak muda justru memiliki daya beli tinggi
walaupun belum pasti memiliki penghasilan sendiri. Sehingga, jika ada barang
yang sesuai dengan keinginannya, maka berapapun harganya akan beli. Tetapi,
kembali lagi bahwa barang tersebut haruslah berkualitas dan berbeda dari yang
lain.
Namun, jika melihat kondisi barang yang diperjualbelikan di
Pasar Beringharjo, masih banyak ditemukan barang yang imitasi dan tidak
berkualitas. Sehingga, muncul image di
kalangan anak muda bahwa Pasar Beringharjo adalah pasar barang imitasi. Karena
barang yang favorit di kalangan anak muda adalah pakaian yang kental dengan perkembangan
mode. Sehingga, orisinalitas dan kualitas menjadi pertimbangan dalam membeli
barang. Memang sekilas barang tersebut sama dengan barang yang asli. Namun,
justru efek keras timbul jika pembeli menyadari bahwa barang tersebut banyak
dipakai orang dan tidak berkualitas. Dan efek kapok ini yang akan sangat
membahayakan. Karena efeknya mereka tidak akan membeli lagi di Pasar
Beringharjo dan beralih pada pasar lain. Padahal angin surga pasar modern yang
menyajikan barang-barang yang fresh akan
sangat membangun persaingan yang kuat.
Sedangkan efek lebih besar lagi jika yang membeli adalah
wisatawan. Karena mereka belum tahu tentang keadaan pasar, maka pertimbangan
mereka akan sedikit. Dan apabila yang membeli adalah wisatawan luar negeri efek
akan lebih besar karena efek tersebut jika tersebar dengan gethok-tular maka
citra pariwisata Yogyakarta akan sangat terpuruk. Dan untuk mengembalikan citra
pariwisata sungguh hal yang cukup sulit.
b) Ulah Pramuwisata Liar
Yogyakarta sebagai “Kota Pariwisata” tentunya banyak
masyarakat yang menjadi pramuwisata untuk mengadu nasibnya. Idealnya,
pramuwisata mampu memberikan pelayanan dan kesan yang baik bagi wisatawan.
Namun, jangan dikira bahwa seluruh pramuwisata di Yogyakart adalah pramuwisata
yang berkualitas dan benar-benar bekerja dengan etos kerja yang baik.
Pramuwisata di Yogyakarta dibagi menjadi dua kelompok yaitu
pramuwisata resmi dan pramuwisata tidak resmi (liar). Disebut pramuwisata resmi
ini berdasarkan kepemilikan lisensi untuk memberikan jasa guide. Namun, untuk mendapatkan lisensi ini harus menjalani seleksi
yang cukup ketat dan panjang. Sehingga, muncullah kelompok pramuwisata liar,
dengan pertimbangan mereka kurang kompeten untuk bisa menjalani tes atau
seleksi tersebut. Dan pekerjaan pramuwisata yang dijadikan penopang hidup
keluarga apabila harus terhenti selama beberapa bulan hanya untuk mencari
lisensi, maka akan sangat menganggu.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah pramuwisata liar
dalam memandu wisatawan hanya ditunjukkan ke lokasi-lokasi berbelanja tertentu
yang memberikan komisi. Sehingga, untuk tempat-tempat seperti halnya Pasar
Beringharjo yang tidak memberikan keuntungan lebih bagi pramuwisata, maka akan
dihindari. Sehingga, kesan ketradisionalan yang eksotik dari Pasar Beringharjo
tidak mampu terpublikasi di kalangan wisatawan. Padahal, Pasar Beringharjo
dijadikan sebagai paket wisata berbelanja, wisatawan akan lebih terkesan. Dan
membangun baik citra pariwisata Yogyakarta, yang beberapa tahun lalu sempat
terpuruk karena adanya bencana alam gempa bumi 27 Mei 2006 yang
meluluhlantakkan banyak bangunan di Yogyakarta. Sehingga, dengan ini memberikan
dampak nyata terhadap perkembangan Pasar Beringharjo.
c) Memandang Wisatawan Tidak
Tahu Apa-Apa
Di kalangan penjual di Pasar Beringharjo muncul sering
muncul perkataan “Wah, turis e teko”.
Artinya, ada wisatawan ini kesempatan. Namun, dalam hal ini kesempatan
tersebut, adalah kesempatan untuk mengeruk keuntungan berlebih. Sehingga,
harganya dipermahal. Memang, secara tidak langsung wisatawan tidak mengetahui
kondisi pasar secara mendalam sehingga untuk spesifikasi barang yang bagus atau
pun tidak, mereka kurang paham. Namun, justru hal besar akan terjadi jika
wisatawan merasa harganya tidak sesuai dengan kualitas. Dan image buruk dari produk di Yogyakarta
akan terbentuk serta ujung-ujungnya adalah rasa kapok dari wisatawan. Hal ini
sangat mengkhawatirkan jika terjadi serta menyalakan “Bom waktu” yang akan
meledak sewaktu-waktu dan akan mematikan citra pariwisata Yogyakarta. Karena
wisata belanja cukup memegang peran penting.
B. Upaya Penanggulangan
Setelah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
minat dari anak muda dan wisatawan membeli di Pasar Beringharjo. Maka, perlu
upaya untuk menanggulanginya.
a) Memberikan Pembinaan Rutin
dan Penanaman Jiwa Kreatif
Pembinaan secara rutin dilakukan oleh pemerintah untuk
selalu menyosialisasikan pentingnya peran serta dari penjual di Pasar
Beringharjo dalam pengembangan Pasar Beringharjo. Selain itu, juga perlunya
penanaman jiwa kreatif dan selalu mempertahankan kualitas barang dangangan.
Kemudian, membuka wawasan bagi para penjual di Pasar Beringharjo bahwa dalam
berjualan mereka memegang tampuk yang kuat dalam membangun citra pariwisata.
Sehingga, muncul tanggung jawab di antara para penjual maupun stakeholders di Pasar Beringharjo. Serta
selalu menjaga identitas masyarkaat Yogyakarta yang selalu ramah dengan
siapapun.
b) Pembenahan Pramuwisata
Masalah yang dihadapi bagi pramuwisata
salah satunya adalah lamanya proses pembuatan lisensi. Sehingga, mereka tidak
berminat untuk membuat lisensi. Namun, yang lebih dominan adalah faktor
kebebasan jika menjadi pramuwisata liar. Hal ini karena jika tidak memiliki
lisensi akan bebas untuk memandu wisatawan dimana saja tanpa terpancang aturan
yang diterima jika memiliki lisensi. Sehingga, pemerintah juga harus bersinergi
untuk selalu berkomunikasi dengan para pramuwisata. Setidaknya, ada organisasi
yang mempermudah komunikasi di antara para pramuwisata.
c) Pengorganisasian Pembeli
Berdasarkan Spesifikasi Barang
Dalam membangun citra pariwisata Yogyakarta sebagai langkah
mengembangkan Pasar Beringharjo, maka perlu perhatian terhadap barang yang
dijual. Barang yang dijual haruslah yang berkualitas dan menarik serta kreatif.
Untuk selalu menjaga kualitas barang, maka perlu adanya pengorganisasian di
antara pedagang batik ataupun pedagang lainnya berdasarkan pada spesifikasi
barang yang dijual. Dengan hal ini akan tercipta komitmen dari para pedagang
untuk selalu meningkatkan kualitas barang. Selain itu, juga mampu dijadikan pihak
yang menyeleksi barang yang akan dijual. Sehingga, jika ada barang imitasi yang
memiliki kualitas rendah akan tersaring.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dipetik dari penulisan karya tulis
ini, yaitu:
a)
Faktor-faktor yang menyebabkan
Pasar Beringharjo kurang diminati oleh anak muda maupun wisatawan, yaitu barang
imitasi dan kurang berkualitas, ulah pramuwisata liar, dan memandang wisatawan
tidak tahu apa-apa.
b) Upaya yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kasus tersebut, yaitu memberikan pembinaan rutin dan penanaman
jiwa kreatif, pembenahan pramuwisata, dan pengorganisasian pembeli berdasarkan
spesifikasi barang.
2. Saran
Berikut adalah saran-saran yang diberikan oleh penulis,
yaitu:
a) Karya tulis ini memberikan tinta
merah betapa ada hal yang masih perlu diperhatikan oleh pemerintah di samping
perbaikan insfraktutur.
b) Diharapkan pemerintah selalu
bersinergi dengan pelaku/stakeholders di
Pasar Beringharjo dan pramuwisata.
c) Diharapkan pemerintah membuat
kebijakan yang selalu mendukung tercapainya perkembangan Pasar Beringharjo.
Daftar Pustaka
Pamardi-Utomo.2002.Merencana Pasar Tradisional di
Wilayah Yogyakarta.Surakarta:Gema
Teknik UNS
Anonim.2009.Geliat
Anak Muda
http://www.kompas.com/.
12-12-2009 18.30
Anonim.2009.Pasar
Tradisional Tercecer.
Anonim.2009.Pasar
Beringharjo
http://gudeg.net/pasar beringharjo.
12-12-2009.18.38
Esai ini saya buat untuk mengikuti lomba esai yang diselenggarakan oleh PasarBeringharjo. Di sini saya mengangkat tentang anak muda, pariwisata, dan pasar tradisional.Karya ini masuk final 10 besar lomba tersebut dan menempati peringkat 5 (kalo gak salah).Beranggapan kalo presentasi mampu mengangkat banyak nilai ternyata tidak demikianuntuk lomba ini. Fyi ! banyak lomba esai yang mengadakan final, tetapi tidak begitu mempengaruhi pemeringkatan awal. Dan semacam diiyakan, karya ini tidak menyabet juara 1,2, dan 3. Just another suggestion ! barisan juara 1,2,dan 3 adalah karya penelitian. Lhoh maksutnya ? Untuk lomba yang diadakan oleh yayasan seperti ini tentu mereka tidak ingin karya yang terus melulu melihat kejelekan. Mereka lebih tertarik dengan pandangan baru yang menarik tentang pasar. Agak tidak adil sih kalo dipikir, karena lombanya bergenre esai yang seharusnya mengedepankan opini. Maka dari itu, pepatah "kuasai medannya, jika anda ingin menguasai segalanya" sahih kiranya untuk memproyeksikan kompetisi esai.
Comments
Post a Comment