IPTEK : Lebih Dari Pawang Hujan, Penjinak Banjir Berteknologi

Logo siapakah ini ?

Perhatikan logo di atas ! Anda pasti akan merasa familiar dengan logo tersebut. Coba tebak logo apa itu ? Kalau masih agak lupa, saya mencoba memberi clue-nya. Logo ini sering ditemukan jika Anda melewati proyek perbaikan jalan, gorong-gorong, dan proyek pembangungan infrastruktur publik lainnya. Yaps, Kementerian PekerjaanUmum Republik Indonesia. Benar-benar cocok jika disebut kementerian pekerjaan umum karena umumnya pekerjaannya sangat dekat dan sudah umum di telinga masyarakat.
Secara umum, karya dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terdiri dari sektor sumber daya air,  sektor jalan dan jembatan, serta sektor perumahan dan permukiman. Mari kita cermati hasil karya dari Kementerian Pekerjaan Umum berikut :

Banjir Kanal Timur merupakan proyek populer dari PU untuk melindungi wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara seluas 270 km dari luapan banjir sungai Cipinang, Sunter Buaran Jatikramat dan Cakung
Jembatan Suramadu, masteripiece pekerjaan umum yang sangat populer sebagai pendongkrak ekonomi Indonesia. Jembaan sepanjang 5438 meter ini menghubungkan antara Madura dan Jawa Timur
Rusunawa Gresik yaitu rumah susun 4 lantai yang memberikan fasilitas akomodasi kepada masyarakat dengan biaya murah dan kualitas layak. Sehingga, kebutuhan pokok berupa papan dapat terpenuhi.
Bisa dilihat kan betapa sentralnya peran kementerian PU ? Tetapi tanpa disadari, seringkali kita malah merasa terganggu dengan pekerjaan yang dilakukannya. Ketika kita terburu-buru mau ke kantor, perbaikan jalan yang dilakukan kementerian pekerjaan umum bikin macet. Kita mengumpat jika melewati jalan berlubang nan jelek. Padahal bayangkan jika kementerian pekerjaan umum tidak ada. Ibarat hidup, hidupmu akan mager di kamar dan nggak bisa ngapa-ngapain. Mau pergi ke rumah pacar ? Males, karena jalannya jelek tidak diaspal. Apalagi pacarnya rumahnya melewati kali. Tentu susah karena jembatan penghubungnya tidak ada. Bisa dikatakan kehidupan akan lumpuh tanpa sumbangsihnya ~ tapi gak sampai lumpuh ingatan kayak lagu Geisha kok. Tidak main-main, credo “Bekerja Keras – Bergerak Cepat - Bertindak Cepat” layak diangkat sebagai semangat dalam kementerian ini.
 Eits baik buruknya kualitas pembangunan itu juga dipengaruhi oleh kita lho. Sebagian besar biaya pembangunan yang dilakukan oleh PU berasal dari pajak. Padahal bila kita cermati, pembayar tingkat kepatuhan pajak kita masih rendah. Dari sumber di Ditjen Pajak, pada tahun 2012 jumlah pajak yang terkumpul mencapai  Rp 976 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19 persen dari tahun sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak dari tahun 2009–2012 mencapai 17 persen. Dari 60 juta penduduk Indonesia yang mampu membayar pajak, hanya 30 persen yang telah memenuhi kewajibannya Jika dihitung dari 60 juta, yang baru bayar pajak saat ini 25 juta, yang belum itu 35 juta. Penerimaan negara pun menjadi minim apalagi dari pajak tersebut langsung tersedot oleh subsidi BBM yang hampir mencapai 30 persen.
 Janganlah mencoba membandingkan dengan negara lain. Misalnya saja, di Malaysia telah mencapai 80 persen tingkat kepatuhan pajaknya. Sementara Indonesia hanya 30 persen. Sungguh hal yang sangat ironis mengingat luasnya wilayah Indonesia dengan ribuan perusahaan berdiri mewarnai perekonomian. Namun, kesadaran membayar pajaknya sangatlah rendah. Sehingga, wajar jika jalan yang berlobang, penanganan banjir yang masih belum maksimal, dan berbagai masalah pelik lainnya bisa jadi bersumber dari diri kita sendiri. Sinergi masyarakat dan pihak pemerintah menjadi hal mutlak untuk membangun Indonesia dengan baik.

Bagaimana dengan Banjir yang tak berujung ?

Musibah selalu menyisakan tragedi mendalam sekaligus turning point. Enam tahun silam, saya mengalami kejadian yang sangat luar biasa dalam sepanjang hidup saya. Medio akhir Mei 2006, tepatnya 27 Mei 2006,Yogyakarta diguncang gempa tektonik berkekuatan 5,9 SR. Cerminan takdir itu sangat nyata saya hadapi.
Hari masih sangat pagi kala itu. Empat orang penghuni rumah, yaitu kakak dan bapak saya masih terlelap. Sementara itu, saya dan ibu sudah beraktivitas. Karena beberapa hari lagi saya akan menghadapi Ujian Akhir Sekolah SD, sedari bangung langsung duduk tekun menjelajahi materi. Sedangkan, ibu sedang di toilet. Tak diduga-duga, gempa pun menggoyang rumah tua kami. Seketika itu, saya teriak keras sambil lari keluar. Tanpa rencana, saya bisa selamat dan berdiri dengan sekitaran material bangunan yang sudah rata tanah. Naas, kakak saya tidak bisa sampai keluar cepat dan mencari tempat yang bebas reruntuhan. Ia tertimpa jendela. Meski demikian, alhamdulillah masih selamat, sementara tetangga-tetangga kami sudah teriak dan menangis untuk menolong kerabatnya yang hendak menyelamatkan diri atau mengevakuasi karena meninggal. Selanjutnya kakak saya harus dirawat intensif selama beberapa bulan dan kami menjalani kehidupan baru di rumah yang baru. Karena rumah yang terkena gempa benar-benar rata tanah.

Penampakan Rumah Ane yang rata tanah

Begitulah sekelumit kisah saya yang menjadi mukaddimah dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sepintas jika dicermati agak melenceng dari headline. Dari kisah tersebut saya hanya ingin menaruh empati mendalam akan orang lain yang tertimpa musibah bencana alam. Betapa pilunya tertimpa musibah. Jelas jumlah yang sangat banyak jika hitung-hitungan secara rugi material. Namun, akan lebih rugi lagi apabila tidak terus berubah dan menyiapkan kuda-kuda agar pilu yang mendalam tidak terulang lagi jika bencana tersebut datang.
Sama dengan musibah banjir yang sudah menjadi bencana langganan yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia, khususnya yang paling terkenal adalah Jakarta. Banjir Jakarta menjadi masalah yang tak berujung pada penyelesaian. Berbagai upaya dikerahkan, namun hasil signifikan tidak kunjung didapatkan. Pemerintah pun seringkali menjadi kambing hitam atas kejadian ini. Seolah-olah menangani banjir akan meraih hati orang banyak yang telah terlanjur mengambing-hitamkan pemerintah, penanganan banjir  telah menjadi komoditas politik. Seperti penampakan berikut ini.

Iklan Nyeleneh pilgub DKI tahun lalu
Mindset selalu mengambing-hitamkan pemerintah ada baiknya dibuang jauh-jauh dari benak masyarakat. Turning point itu tidak serta merta dibebankan sepenuhnya kepada pemerintah, tetapi harus berawal juga dari masyarakatnya. Masyarakat harus sadar dan paham tentang permasalahan yang ia hadapi, yaitu banjir dan mendukung solusi dari pemerintah.

Sebenarnya gimana sih banjir Jakarta itu ?

Sebuah studi yang berfokus pada dampak perubahan iklim di Asia Tenggara dan memberi peringkat pada kerentanan negara-negara di Asia Tenggara terhadap perubahan iklim menemukan beberapa hal menarik tentang DKI Jakarta. Sembilan Dari 530 wilayah kota di tujuh negara yang dikaji, yakni Indonesia, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia dan Philipina, lima wilayah kota administrasi di DKI Jakarta masuk dalam 10 besar kota yang rentan terhadap perubahan iklim. Tak tanggung-tanggung, dari 10 besar tersebut tiga wilayah kota administrasi di DKI Jakarta menempati tiga urutan tertinggi, yaitu Jakarta Pusat di urutan pertama, kemudian Jakarta Utara di posisi kedua dan Jakarta Barat di posisi ketiga. Sedangkan Jakarta Timur masuk dalam urutan ke lima dan Jakarta Selatan urutan ke delapan. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tidak masuk dalam wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim.
Ya, banjir di Kota Jakarta berkaitan erat dengan banyak faktor seperti, antara lain, pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu yang kurang tertata baik, urbanisasi yang terus meningkat, perkembangan ekonomi dan perubahan iklim global. Bisa dilihat beberapa penampakan-penampakan pilu penyebab banjir yang terjadi di Jakarta.

Penyempitan Sungai terjadi seiring Raksasa Gedung Berdiri
Sampah tak bertuan merangsek hak air untuk lewat
Sesungguhnya banjir di kota ini bukanlah masalah baru. Pemerintah kolonial Belanda pun sudah sedari awal dipusingkan dengan banjir dan tata kelola air Jakarta. Hanya berselang dua tahun setelah Batavia dibangun lengkap dengan sistem kanalnya, tahun 1621 kota ini mengalami banjir. Ini adalah catatan pertama dalam sejarah Hindia Belanda, di mana pos pertahanan utama VOC di Asia Timur itu dilanda banjir besar.1 Selain itu banjir-banjir kecil hampir setiap tahun terjadi di daerah pinggiran kota, ketika wilayah Batavia telah melebar hingga ke Glodok, Pejambon, Kali Besar, Gunung Sahari dan Kampung Tambora. Tercatat banjir besar terjadi antara lain pada tahun 1654, 1872, 1909 dan 1918.
Banjir besar yang terjadi pada tahun 1918 membuat hampir seluruh kota tergenang. Dilaporkan pada saat itu ketinggian air sempat mencapai setinggi dada manusia. Salah satu upaya penanggulangan banjir yang dilakukan oleh Pemerintah kolonial setelah banjir besar 1918 adalah membangun saluran air yang disebut sebagai Banjir Kanal Barat pada tahun 1922. Pembangunan Banjir Kanal Barat merupakan ide ahli tata kelola air, Herman van Breen. Kanal ini terutama dibangun untuk melindungi kawasan Kota dari banjir tetapi tidak melindungi daerah-daerah lainnya. Panjang Banjir Kanal Barat adalah 17,5 km dan pada waktu itu kanal ini terhitung hebat karena mampu mengatur air yang masuk ke kota Batavia, dan menampung air Sungai Ciliwung, Sungai Cideng, Sungai Krukut dan Sungai Grogol. Saat itu jumlah penduduk masih relatif sedikit; tahun 1930 tercatat penduduk Batavia hanya berjumlah 811.000 orang. Tekanan penduduk pada lingkungan alam Jakarta ketika itu belumlah sebesar sekarang sehingga Herman van Breen berhasil dengan mudah melindungi kawasan Kota dari banjir.
Banyak perubahan telah terjadi sejak tahun 1920-an. Kondisi alam Jakarta telah berubah drastis akibat pertumbuhan penduduk dan perluasan kawasan permukiman serta industri. Jika sebelumnya curah hujan dapat meresap ke dalam tanah dan sisanya tersalurkan ke sungai, pembangunan fisik yang terjadi telah menutupi daerah-daerah resapan air. Karena luas daerah yang tidak terbangun semakin lama semakin menyempit, curah hujan yang terjadi di Jakarta sekarang langsung tersalurkan ke sungai dan saluran-saluran air lainnya untuk kemudian dialirkan ke laut.

Trus aku harus gimana tweepers jangan mencuri ?

Hujan turun tidak dapat terkira. Mengandalkan pawang hujan untuk menghentikan banjir jelas mustahil. Menyalahkan pemerintah sudah menjadi isu lama. Apalagi percaya Calon Gubernur dengan janji-janji utopis yang disindir dalam kampanye nyeleneh tadi. Kita harus memahami Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar memiliki kesadaran untuk mencegah banjir. Syukur-syukur bisa berkontribusi memberikan ide kepada Balitbang Pekerjaan Umum untuk melakukan sebuah inovasi dalam mengatasi banjir. 
Jika IPTEK yang sudah menjadi jangkar penanganan banjir, maka cahaya terang itu akan datang he-he. Misalnya saja, inovasi prospektif sebagai salah satu solusi mengatasi banjir, Gorong-gorong Multiguna yang beberapa waktu lalu menyeruak digagas oleh Gubernur Jakarta Pak Joko Widodo.  Saya akan menjelaskan tentang solusi berbasis IPTEK tersebut sebagai pemantik ide di kepala kita. Penjelasan ini saya peroleh dari http://litbang.pu.go.id/category/produk pada bagian Majalah RISET Edisi 1 Januari - Maret 2013 dalam artikel berjudul Gorong-gorong Multiguna : Solusi Ambisius Atasi Banjir Ibukota. 
Gorong-gorong dikenal sebagai lalu lintas air yang secara umum telah digunakan saat ini. Tetapi, kalau multiguna itu yang seperti apa ? Ya, seperti ini …
Konsep Desain Gorong-gorong Multiguna
Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, khususnya dalam upaya pengelolaan SDA, bersamaan dengan keterbatasan dana dan ketersediaan lahan, demi efektifitas dan efisiensi pemecahan masalah, diperlukan upaya penanganan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah satu solusi menyeleruh dan terintegrasi yang pada dasarnya tidak terkendala pada upaya penyediaan dan pembebasan lahan adalah dengan membangun suatu sistem terowongan bawah tanah multiguna yang dikenal sebagai MPDT atau Multi Purpose Deep Tunnel.
MPDT atau disebut juga gorong-gorong multiguna adalah terowongan bawah tanah yang multifungsi. Gorong-gorong raksasa ini akan bermanfaat untuk mengatasi kemacetan, pengendali banjir, saluran limbah, penyuplai air baku, dan juga sebagai saluran pipa utilitas. Seperti halnya yang terlihat pada gambar di atas. Tampak bahwa terowongan bisa dilewati kendaraan ketika tidak sedang banjir. Namun, air dalam volume besar dapat lancar dialirkan ke laut melalui terowongan ini seperti ilustrasi berikut ini.

Siklus Kerja MPDT
Pada dasarnya MPDT adalah merupakan suatu sistem teknologi terowongan dan reservoir air bawah tanah yang secara terintegrasi untuk dapat mengatasi masalah banjir, kelangkaan air baku, penanganan limbah cair perkotaan, manajemen dan konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu lintas serta sekaligus untuk dapat memperbaiki kembali (restorasi) kondisi kualitas sungai-sungai yang mengalami pencemaran berat oleh limbah cair di daerah perkotaan padat penduduk seperti DKI Jakarta.
Pengembangan konsep dan implementasi MPDT di DKI Jakarta diharapkan untuk mampu mengatasi:
1.     Masalah atau ancaman banjir di wilayah Metropolitan DKI Jakarta secara terintegrasi dengan tidak terkendala dengan masalah pembebasan lahan.
2.     Secara simultan dan cost effective dalam pengelolaan limbah cair perkotaan dari berbagai aktifitas domestik/rumah tangga yang belum ditangani oleh Pemda DKI hingga saat ini.
3.     Secara simultan mengatasi masalah kelangkaan air baku yang tengah dihadapi oleh PAM Jaya terutama menghadapi tantangan jangka menengah dan jangka panjang untuk pemenuhan kebutuhan air bersih di Jakarta melalui proses daur ulang limbah cair yang diolah bersamaan dengan cadangan air hujan yang ditampung pada MPDT.
4.     Secara simultan dan bertahap memperbaiki (restorasi) kualitas air permukaan/sungai-sungai utama yang ada di DKI Jakarta yang tercemar oleh limbah cair dan padat.
5.     Secara terintegrasi pada keadaan tidak banjir, dapat difungsikan sebagai jalan tol bawah tanah untuk dapat membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dalam wilayah kota dan sekaligus dalam rangka mengoptimalkan investasi dan pemulihan biaya.
6.    Sicara simultan dan bertahap memperbaiki dan meningkat kualitas air tanah dalam rangka konservasi air tanah dan pencegahan penurunan permukaan (land subsidence) dan sekaligus untuk pengendalian ancaman intrusi air laut.

Secara terperinci, cara kerja inovasi ini adalah sebagai berikut :
Detail Cara Kerja MPDT
MPDT terdiri dari 2 komponen yang berfungsi sebagai penyaluran (sekaligus sarana jalan tol) dan sarana penyimpanan dan penyaluran air hujan maupun limbah cair untuk diolah sebelum dibuang atau dimanfaatkan sebagai alternatif sumber air baku. Komponen pertama adalah saluran di bawah tanah (deep tunnel) pada kedalaman 25 sampai 45 m dengan diameter yang relatif besar (10-15 m). Deep Tunnel ini juga dilengkapi dengan saluran vertikal (vertical shaft) yang akan membawa air dari beberapa daerah potensi genangan pada saat hujan turun dan saluran horizontal yang membawa air limpasan menuju reservoir bawah tanah atau dibuang lansung ke laut pada saat musim banjir dengan sistem pemompaan pada daerah hilirnya. Saluran ini terbuat dari pasangan beton kedap air dengan pertimbangan disain terhadap kondisi geologi dan sifat tanah sekitarnya.
Seperti terlihat pada gambar di atas, dalam keadaan normal dimana tidak ada banjir, terowongan yang terdiri atas 3 (tiga) lapisan (layer) tersebut akan difungsikan sebagai sarana jalan tol bawah tanah untuk bagian atas dan tengah dengan pembagian arah yang berbeda untuk setiap lapisnya. Sementara lapisan bagian bawah (dasar terowongan) akan sepenuhnya berfungsi sebagai saluran air dan tempat saluran limbah cair (sewerage pipes) yang terpisah untuk menjaga kontaminasi dari limbah cair.
Komponen kedua adalah reservoir di bawah tanah itu sendiri. Reservoir ini didisain dengan kapasitas relatif besar untuk mampu menampung limpasan air atau genangan yang terjadi akibat hujan atau curah hujan tinggi bersamaan dengan akumulasi limbah cair perkotaan dalam hitungan debit harian. Reservoir bawah tanah kedap air ini juga didisain dengan mempertimbangkan faktor keamanan yang tinggi terhadap resiko runtuh (colaps) akibat beban dan getaran atau pergerak tanah (earthquake). Sistem saluran ini pada beberapa titik akan bertemu dengan saluran air limbah (sewerage network) yang biasanya dalam bentuk combine sewer overflow (CSO) untuk kemudian menuju ke reservoir utama di bawah tanah.
Lumpur endapan pada reservoir bawah tanah dan lumpur dari hasil reklamasi dan pengolahan air baku selanjutnya diolah secara proses biologis untuk stabilisasi sifat fisik dan kimiawinya untuk kemudian dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik (biosolid) untuk keperluan pertanian. Dari hasil pengolahan lumpur secara anaerobic juga akan dapat dihasilkan gas methan (CH4) sebagai sumber bioenergi yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik untuk keperluan operasional MPDT.
Dinilai dari segi efektif dan tidaknya tentu masih menjadi perdebatan. Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk proyek ini tidaklah sedikit. Perkiraan sementara berhasil menyimpulkan bahwa biaya yang dibutuhkan sekira Rp 1 triliun per kilometernya. Rencananya MPDT akan dibangun sepanjang 22 km, dari jalan MT.Haryono menuju Manggarai, Karet, dan berakhir di Pluit.
Kendatipun MPDT membutuhkan biaya investasi yang relatif tinggi tetapi akan sangat bermanfaat dan berguna untuk jangka panjang terutama bila dikaitkan pada upaya penanganan masalah secara terpadu dalam upaya pengelolaan SDA dan untuk pananganan kemacetan lalu lintas di masa depan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa kerugian material yang terjadi setiap tahunnya akibat kemacetan lalu lintas, akibat banjir maupun masalah yang timbul karena semakin terbatasnya ketersediaan air baku dan konflik yang timbul dalam pemanfaatan sumber-sumber air dapat dialihkan atau dikompensasikan untuk pembangunan MPDT ini bersamaan dengan upaya memperbaiki sistem sanitasi lingkungan melalui penanganan limbah cair perkotaan yang selama ini hanya dilakukan secara parsial.
Lebih jauh lagi, keterlibatan sektor swasta melalui kerangka kerjasama investasi dan pengelolaan MPDT untuk sarana jalan tol bawah tanah, pemanfaatan air baku, pengelolaan limbah cair dengan berbagai produk akhir yang mempunyai nilai ekonomi merupakan keunikan dari sistem ini dibandingkan dengan sistem infrastruktur perkotaan lainnya.
Proyek ini masih dikaji secara mendalam dari berbagai pihak. Tim yang berisi pakar dari Direktorat Jenderal SDA, Kementerian PU dengan Dinas PU Provinsi DKI Jakarta disiapkan. Tim gabungan ini bertugas untuk menguji kelaikan gorong-gorong multiguna tersebut, baik dari sisi finansial, maupun kegunaan. Pada dasarnya sistem ini sudah dibangun di Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong, dan Chicago. Sementara Jakarta akan mengembangkan sistem yang cocok dengan sistem di Ibukota.


Udahan Ya !


Sudah saatnya menjadikan pondasi IPTEK dalam menyelesaikan permasalahan Banjir di Indonesia. IPTEK adalah penjinak banjir yang berteknologi dan ampuh. Sudah tidak dipertanyakan lagi, berbagai negara telah membuktikan terlebih dulu. Sudah saatnya juga kita melakukan turning point jika tidak ingin terus merugi karena banjir. Dan masih banyak masalah lain yang bisa diselesaikan dengan berpegang teguh pada IPTEK. Sehingga, marilah kita menguasai IPTEK dan berkotribusi kepada negeri. Kalo tidak kita siapa lagi ?


Referensi : 
www.litbang.pu.go.id
www.kemenkeu.go.id
Jurnal Bebas Banjir 2015









Comments

Popular Posts