Pahit tapi Manis

Huh ! Waktu bergulir sangat cepat, tak terasa saya telah menyelesaikan setengah tahun di semester dua. Sungguh dan sungguh sangat memantikkan emosi tawa maupun cewa. Semester dua adalah semester dimana saya dipopor berbagai event, berbagai kegagalan, dan berbagai pengalaman intrik lainnya. 

Bahkan, saya sampai ragu tentang arti kesuksesan dan kebahagiaan yang saya pahami kini. Saya ragu dengan apa yang saya pilih. Saya merasa rugi dengan apa yang saya lakukan. Saya merasa kurang maksimal dengan apa yang saya capai. Bagi saya, mungkin itulah kehidupan yang sebenarnya. Kesalahan membuat seseorang kreatif. Mungkin, jika kesalahan-kesalahan yang timbul itu karena manajemen yang masih kacau dan terserak. Maka, definisi sukses dan bahagia adalah menata semua yang terserak menjadi rapih, melupakan kegagalan masa lalu, dan realistis berusaha untuk masa datang. Dan saya yakin i'll reach all my dreams someday. 

Oke, saya akan mencoba meng-kaleidoskopkan semester dua tercinta ini. 

1. Studi Masalah atau Masalah Studi

Di awali dengan absen, pula diakhiri dengan absen. Begini, liburan semester gasal saya manfaatkan untuk mengikuti training syariah menghadapi lomba Second UI dan Temilreg. Pelaksanaan Second UI itu sudah masuk pada masa perkuliahan efektif. So, pada pertemuan pertama absen saya kosong semua. Hasil lomba yang belum temui titik keberhasilan, KRS yang gagal, dan nyawa absen semakin sedikit berpengaruh pada studi saya. Bahkan, pada saat masa Ujian Akhir Semester (UAS) saya pun harus izin. Keputusan ini pun saya ambil dengan berbagai pertimbangan yang sangat berat. Namun, apa boleh buat, kesempatan untuk didaulat oleh UGM dalam suatu ajang nasional bukanlah kesempatan sepele. Galau pun bertambah ketika saya terbesit jika karena keputusan ini saya gagal di keduanya.

Tebak apa yang terjadi ? Sebelum saya melihat hasil di akhir semester pun saya sudah dihinggapi keragu-raguan akan nilai saya. Pasalnya untuk mata kuliah Ekonomi Pengantar II yang dosennya sebenarnya sudah paling akrab dengan saya. Justru beliau tidak memberikan opsi untuk ujian susulan. Tentu saya yakin nilai saya mustahil maksimal.

Sampailah pada keluarnya hasil studi alias KHS. Benar apa yang diduga, nilai pada matkul yang tidak mendapatkan pengganti UAS sangat men-downgrade nilai. Pun demikian saya masih sangat bersyukur. Akan tetapi, keragu-raguan pada semester awal karena KRS yang tidak berjalan sesuai rencana tidak  sepenuhnya pada hasil berbanding lurus. Justru hasil lebih mendekati ekspektasi. Secercah harapan masih terkembang dalam huruf nilai yang terunggah.


Sesi foto akhir pertemuan dengan Pak Gugup Kismono, dosen paling ramah se-FEB


2. Pingin Prestasi, tapi Enggan Beraksi 

Jujur saya mengakui, saya belum mendapatkan greget untuk mencapai prestasi ini itu di lingkungan baru ini -- FEB UGM. Entah kenapa, saya sering kali berpikir "Ahh...itu mustahil". Memang, dalam idealnya hal itu tidak muncul, tetapi jika melihat realitas sungguh bayang-bayang itu tak bisa hilang. Kuliah beda dengan SMA. Beda semester ya, benar-benar beda kompetensi. Namun, saya berusaha untuk menghilangkan bayang-bayang semu ini.

Hmm...tidak sekedar pemikiran ideal dan tidak. Hal tersebut membuat saya tidak begitu greget dalam menata hidup. Saya sering bosan dan mungkin sedikit stress atau malas dan kemudian menghabiskan hari dengan bermain game. Bahkan, ketika mood ide dan belajar Quiz/Ujian saya pun merasa menyempatkan bermain game make me better. Pola rutinitas kuliah yang tidak seperti SMA membuat saya terus beradaptasi dalam mengatur waktu. Laksana lampu yang redup terang, begitu pun saya. Terkadang on fire tetapi terkadang melempem.

Kembali lagi inilah proses. Bagi saya fase yang berhasil menjadi paling menakjubkan so far adalah SMA. Sungguh saya kangen atmosfer kelas dan sekolah yang luar biasa membuat saya terus dan terus inexhaustible melakukan apapun yang saya mau. Dan saya yakin sebentar lagi saya akan menemukan fase ini kembali.

3. Lomba itu apa ? 

Lomba itu apa toh sebenarnya ? Apa yang dicari dari sebuah perlombaan ? Sebut saja lomba Olimpiade Sains Nasional. Katanya kalau ikut lomba itu bisa mempermudah cari kuliah, yaitu dengan medali-nya. Tetapi, banyak yang kecewa ketika medali itu tak berarti apa-apa bagi pemiliknya.

Huh ! Sederhana saja sih bagi saya. Kemenangan lomba tak lebih dari euforia temporer. Dapat uang banyak kemudian buat jajan juga langsung habis. Kalau misalnya membuat penelitian terus diunggah di berbagai media massa itu juga terus dilupakan. Meski tadinya niat membuat penelitian itu bisa berguna untuk alam semesta ini.

Terus apa lagi ? Lomba adalah sesuatu yang membuat kita mandiri. Nah ini yang paling saya setujui. Jika disempitkan intinya kan kita saling berkompetisi menjadi yang terbaik. Yang tadinya males-malesan membaca bisa jadi semangat karena ikut lomba membaca (emang ada ?). Terus mandiri dalam membagi waktu. Dan tentunya adalah ketika mendapat hadiah nah bisa memenuhi kebutuhan kita.

Namun, atmosfer berkompetisi itu nampaknya belum begitu greget di semester ini. Terkadang justru saya memandirikan diri saya tidak melalui lomba. Mungkin dari bisnis dan kanal lainnya. Padahal tak dipungkiri semangat ini harus ada. Karena dari lomba kita muncul semangat berkompetisi mencoba menjadi yang terbaik.

Bahkan, ketika kegagalan menghinggapi saya berpikir seakan-akan telah mengorbankan sesuatu yang bisa saya dapat lebih. Untung saja, saya pantang putus asa. "Habiskan jatah gagalmu, sebelum mengenyam nikmatnya kesuksesan" kata pepatah menghibur saya. Jadi, tiada kata lain kecuali selalu memantikkan semangat berkompetisi.
Rekan setim saat mengikuti Second UI 2013


Tutup Pintu 

Saya tidak ingin menutup artikel ini dengan kelesuan. Saya ingin mengobarkan optimisme kopral di sini. Waktu memang tidak dapat diputar kembali. Walau mungkin waktu pada jam dinding bisa diputar mudah. Komponen kesuksesan itu terserak milyaran di kehidupan kita. Tugas orang yang ingin sukses adalah menyusun yang terserak itu menjadi paduan apik. Kebahagian adalah melupakan kekecewaan masa lalu. Bukankah semua orang ingin dua kosakata yaitu kesuksesan dan kebahagiaan kan ? Maka, saatnya bergerak menata yang terserak dengan optimisme tinggi. Dan saya yakin i'll reach all my dreams someday. Saya tutup pintu ini agar semangat ini tak pernah hilang. Ya, ini pahit tapi manis kan ?

Comments

Popular Posts